PeePoop Online Media™ | Katakan Yang Benar, Bukan Membenarkan Yang Mengatakan

(Kontribusi) Obama atau Amerika?

Kemenangannya atas Hillarry Rodham Clinton dalam konvensi calon presiden dari Partai Demokrat, seolah-olah sudah menyediakan kursi tertinggi bagi Barack Hussein Obama di Gedung Putih.[...]

(Editorial) Karsa & Kaji, Sekumpulan Hedonis Boros

Quintus Horatius Flaccus, "Carpe Diem, Quam Minimum Credula postero." (Raihlah hari ini, jangan terlalu percaya pada esok)? [...]

(Our Perspective) Media & Pemasaran Politik Dalam Kerangka Neoliberalisme

Menjelang Pemilu 2009, hampir setiap ruang publik penuh dijejali oleh iklan-iklan politik dalam berbagai bentuk. [...]

(Our Perspective) Invasi Israel Sebagai Solusi Krisis Kapitalisme?

Berdasarkan salah satu teori Karl Marx, perang merupakan salah satu pertimbangan untuk solusi krisis kapitalisme. [...]
Foto Peristiwa - Gerhana Matahari Cincin 26 Januari 2009
Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imageEnlarged view of image Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imagegambar besar

Courtesy of Kaskus

Friday, November 14, 2008

Banjir Lagi Ngga bang Foke?

PeePoop - Musim hujan datang lagi. Hujan deras kembali turun tanpa kompromi membasahi seluruh Jakarta dan sekitarnya. Hujan deras turun, itu artinya, masyarakat Jakarta harus menyiapkan fisik dan mental untuk bermacet ria di jalan-jalan protokol Jakarta. Hujan deras datang, rezeki para peng-ojek payung pun kembali menemui titik cerah. Setidaknya inilah sisi baik dari permasalahan yang berhubungan dengan hujan deras di Jakarta.

"jangan lewat Kampung Melayu, macet gila", itulah contoh pesan singkat (sms) dari seorang teman ke temannya. Atau "sorry, masih di TB Simatupang nih, sampe kira-kira 40 menit lagi lah, macet berat nih", sebuah sms dari seseorang yang masih terjebak macet, dan telat untuk suatu pertemuan. Masih banyak ungkapan-ungkapan lain dari warga Jakarta perihal permasalahan hujan dan dampaknya ini.

Tagline mantap dari seorang Fauzi Bowo saat masih kampanye adalah "serahkan Jakarta ke ahlinya". Mungkin untuk musim penghujan yang mulai datang ini, adalah ujian yang tepat untuk menguji tagline meyakinkannya itu.


Memang sampai detik ini, belum terjadi banjir besar seperti 2 tahun lalu. Tapi paling tidak, disaat musim penghujan ini mulai, seharusnya ini bisa menjadi semacam Shock Therapy bagi Fauzi Bowo dan staff-staff nya. Karena ada ungkapan "hanya orang bodohlah yang tidak belajar dari pengalaman". Jadi, ya, bisa dibilang, inilah ujian sesungguhnya untuk Fauzi Bowo.

Banjir Kanal Timur (BKT) yang (katanya) menjadi prioritas utama untuk menanggulangi banjir, nyatanya sampai detik ini, tidak ada proses signifikan dari pembangunan kanal tersebut. Lalu, baru-baru ini Fauzi Bowo membuat statement untuk mengantisipasi banjir, pihaknya berencana mengeruk 13 Kali dan 5 Waduk mulai awal 2009. Pengerukan itu dilakukan secara terintegrasi dengan sumber dana dari bank dunia sekitar Rp 1,2 triliun.

"Pemprov DKI bertanggung jawab menormalisasi kali mikro yang jumlahnya sekitar 35 persen hingga 40 persen dari total panjang kali yang ada. Sisanya tanggung jawab pemerintah pusat," katanya. (dari Suara Pembaruan)

Nah lho, coba lebih kritis pada statementnya itu. Apakah ada yang absurd?. Sumber dana dari Bank Dunia yang berjumlah sekitar Rp 1,2 triliun itulah yang terasa absurd. Terdengar absurd, karena Pemprov DKI layaknya anak dalam kelas playgroup yang belum selesai mengerjakan satu pekerjaan, tapi langsung beralih ke pekerjaan lain. Dan hal absurd lainnya adalah, Pemprov berencana akan memulai langkah ini mulai awal 2009. Oh, jadi, untuk November dan Desember, warga Jakarta, harus merasakan kepusingan-kepusingan akan kemacetan dimana-mana yang disebabkan banyaknya jalan yang tergenang air. Kenapa baru dimulai awal 2009, kenapa tidak dimulai sejak awal dia menjabat saja. Terdengar super absurd.

Ternyata masalah tidak berhenti pada lambatnya program Pemprov DKI itu sendiri. Masalah lain adalah banyaknya pelanggaran dalam pembangunan Jakarta. Banyak penyimpangan-penyimpangan yang bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta yang dirancang hingga 2010, yang sayangnya terus dibiarkan oleh Pemprov DKI Jakarta. Pada 2004 saja, tim evaluasi RTRW menyebutkan 80 persen RUTR menyimpang. Ini sudah 2008, bisa dibayangkan berapa persen penyimpangan yang terjadi.

Penyimpangan itu, antara lain berupa alih fungsi ruang terbuka hijau dan tempat parkir air, penyempitan kali, dan pelanggaran koefisien dasar bangunan (KDB). Alasan dari Pemprov adalah perkembangan pembangunan yang pesat di ibukota lah yang menjadi kondisi semakin parah. Klasik.

Berdasarkan analisis pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Jakarta, Yayat Supriatna menyebutkan 90 persen wilayah Jakarta telah terbangun. Hal itu membuat Jakarta menjadi overload dan mengalami krisis ruang terbuka hijau (RTH). Pemprov telah (dan selalu) gagal dalam menata kota dan merelokasi pemukiman pinggir sungai. Setiap tahun Pemprov DKI hanya bisa merelokasi sekitar 1.000 kepala di hampir seluruh bantaran kali ke lokasi yang lebih layak. Padahal jumlah penduduk di bantaran kali hampir 70.000 keluarga. Jadi, butuh waktu 70 tahun merelokasi penduduk bantaran kali.

Kita semua tahu, jika pinggiran sungai dibuat untuk pemukiman, saluran air akan semakin menyempit. Jadilah, saat hujan dan banjir kiriman datang, Kali-Kali di Jakarta tidak mampu menampung luapan air, dan berujung pada banjir. Belum lagi masalah izin pembangunan pemukiman di pesisir pantai. Pemprov DKI dengan mudahnya memberikan izin. Namun karena dalih sebagai Sumber Pendapatan Daerah, hal ini terus di toleransi oleh Pemprov DKI Jakarta.

Pemprov DKI Jakarta juga mengalami dilematis dalam menyikapi masalah klasik Jakarta ini. Katakanlah, Pemprov DKI Jakarta siap untuk memberantas semua pemukiman yang melanggar tata kota, masalahnya adalah, mau dibawa kemana orang-orang yang disingkirkan itu?. Seringkali, penggusuran terjadi bukan karena dalih penghijauan kota, tapi penggusuran terjadi untuk membuat gedung baru yang melanggar aturan tata kota.

Belum lagi masalah aparat-aparat yang nakal. Gubernur seharusnya berani menindak pejabat-pejabat yang mengeluarkan izin pembangunan yang melanggar RTRW.

Sudah saatnya, Pemprov DKI Jakarta bersikap lebih untuk mempunyai sikap. Yang patut dilakukan adalah ketegasan untuk mementahkan para pemilik modal untuk mengganggu ruang hijau DKI Jakarta. Peraturan juga harus direvisi agar lebih tegas untuk melindungi lingkungan hidup.

Haruskah Jakarta hanya dimiliki dan ditempati oleh orang-orang yang bersumber daya ekonomi kuat?. (Kirana)

0 comments: