PeePoop Online Media™ | Katakan Yang Benar, Bukan Membenarkan Yang Mengatakan

(Kontribusi) Obama atau Amerika?

Kemenangannya atas Hillarry Rodham Clinton dalam konvensi calon presiden dari Partai Demokrat, seolah-olah sudah menyediakan kursi tertinggi bagi Barack Hussein Obama di Gedung Putih.[...]

(Editorial) Karsa & Kaji, Sekumpulan Hedonis Boros

Quintus Horatius Flaccus, "Carpe Diem, Quam Minimum Credula postero." (Raihlah hari ini, jangan terlalu percaya pada esok)? [...]

(Our Perspective) Media & Pemasaran Politik Dalam Kerangka Neoliberalisme

Menjelang Pemilu 2009, hampir setiap ruang publik penuh dijejali oleh iklan-iklan politik dalam berbagai bentuk. [...]

(Our Perspective) Invasi Israel Sebagai Solusi Krisis Kapitalisme?

Berdasarkan salah satu teori Karl Marx, perang merupakan salah satu pertimbangan untuk solusi krisis kapitalisme. [...]
Foto Peristiwa - Gerhana Matahari Cincin 26 Januari 2009
Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imageEnlarged view of image Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imagegambar besar

Courtesy of Kaskus

Wednesday, April 16, 2008

Permainan Uang di DPR


JAKARTA (PeePoop) - Anggota DPR yang selalu didambakan rakyat adalah anggota dewan yang tidak bisa 'dibeli' dan berani konsisten untuk melaporkan harta kekayaannya dan tentunya memiliki integritas yang baik dihadapan rakyat. Lalu dari manakah sumber pencetak wakil rakyat yang memiliki integritas tinggi?. Jawabannya adalah partai. Lalu pertanyaannya, bisakah partai menghasilkan kader yang demikian?, disinilah terletak satu pertanyaan besar yang jawabannya meragukan


Apa yang dilakukan oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) adalah langkah yang patut diacungi jempol, dan yang paling penting setidaknya FPKS mencoba menunjukan diri pada masyarakat bahwa kader yang dipunyai di PKS adalah kader yang berintegritas. FPKS mengembalikan uang gratifikasi sebesar Rp 1,9 Miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah yang pantas mendapatkan pujian.


Jumlah yang terbesar Rp 1 miliar berasal dari Komisi IV DPR yang membidangi masalah kehutanan dan pertanian.


Tindakan pengembalian uang seperti itu jelas patut dan pantas dipuji. Rasanya seperti menemukan oasis ditengah kekeringan berita terpuji dari DPR. Februari lalu, PDI Perjuangan juga mengembalikan uang kepada negara. Uang itu adalah uang legislasi sebesar Rp3,38 miliar yang diserahkan kepada Sekjen DPR. Itu merupakan pengembalian uang yang terbesar.


Permainan uang di DPR bukan isu baru. Seperti diketahui, KPK baru saja menangkap Al Amin Nur Nasution, anggota Komisi IV DPR dari PPP, yang diduga menerima suap dari Pemerintah Kabupaten Bintan berkaitan dengan pengalihan fungsi hutan lindung. Sekalipun di lembaga itu ada Badan Kehormatan dan sekalipun wakil rakyat itu pernah menandatangani pakta integritas, kelakuan terhadap uang tidak berubah. Tidak pernah berubah, karena uang tercium sangat menarik.


Dua fakta pengembalian uang tersebut tampak jelas betapa besar uang di luar gaji yang diterima oleh anggota DPR. Bayangkan, yang dikembalikan saja total lebih dari Rp 5 Miliar, bagaimana dengan jumlah yang tidak dikembalikan, yang dimakan diam-diam oleh wakil rakyat, tentunya jumlahnya jauh lebih besar. Tidak heran, gedung DPR bisa dikatakan sebagai show room mobil baru dan mahal, serta gaya hidup yang kelewat tinggi bagi para anggota dewan.


Citra DPR menyangkut uang sudah sedemikian akut. Permainan uang dipersepsikan telah merajalela berkaitan dengan semua kewenangan yang dimiliki DPR. Oleh karena itu, langkah fraksi PKS dan PDIP mengembalikan uang itu, jelas hal yang menggembirakan.



Tapi walaupun terpuji, hal ini tidak hanya habis pada urusan pengembalian uang saja. Dalam hal dana legislasi bagi anggota seharusnya mereka perjuangkan agar dihapus saja. Agar tidak menimbulkan tuduhan-tuduhan negatif. Lalu berkaitan dengan pengembalian dana gratifikasi, sang pengembali harus berani menyertakan nama, jabatan, dan lembaga pemberi gratifikasi. Dengan demikian KPK akan memiliki data lengkap dan empiris untuk mengusutnya.


Kita semua tahu, ada api ada asap. Suap tak mungkin dan tak pernah terjadi sebelah tangan. Suap terjadi karena ada yang memberi dan menerima. Untuk membunuh praktek suap, sang pemberi suap harus dibeberkan juga, tidak cukup hanya proses pengembalian uangnya saja. Siapa yang bisa menjamin sang pengembali telah mengembalikan semua jumlah uang yang diterima?. (Shabutie)




Kritik Jangan Pernah Berhenti

0 comments: