JAKARTA (PeePoop) – Ichsanudin Noorsy, pengamat ekonomi kondang, meniali Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) sama sekali tidak efektif untuk mengurangi beban rakyat miskin Indonesia. Ia menilai persepsi yang telah dibangun oleh pemerintah yang menilai kemiskinan bisa dikurangi lewat tindakan-tindakan instan tersebut adalah salah besar.
Seperti yang dikutip dari Okezone.com, "BLT menjadi wujud bahwa pemerintah menerapkan ekonomi pasar. Pemerintah berpandangan bahwa kemiskinan bisa diselesaikan lewat pemberian yang instan, padahal yang terjadi adalah proses kelanjutan kemiskinan," ujar Ichsanudin Noorsy, Senin (19/5/2008).
Pemerintah selama ini tidak pernah menjelaskan pengertian subsidi, karena selama ini yang dilaksanakan adalah subsidi yang selisih antara harga pasar dikurangi dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
"Dari rumus ini memerlihatkan pemerintah tidak tegas membedakan antara alokasi anggaran untuk mengatasi kemiskinan dengan alokasi subsidi terkait kesejahteraan," imbuhnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, bahwa dalam harga pasar produsen sudah menetapkan keuntungan. Sementara dalam ilmu ekonomi, kepuasaan konsumen ada batasnya. Tapi kepuasaan produsen tidak ada batasnya. Ini yang mengakibatkan konsumen akan patuh kepada produsen.
Ichsanudin Noorsy menyimpulkan bahwa akan terjadi proses pemiskinan, pasalnya konsumen akan selalu membutuhkan BBM, yang pada kenyataannya belum ada penggantinya. Sementara harga BBM akan terus mengalami kenaikan, karena memang itu gejala permanen yang melekat pada komoditas yang satu ini. (Erica)
Seperti yang dikutip dari Okezone.com, "BLT menjadi wujud bahwa pemerintah menerapkan ekonomi pasar. Pemerintah berpandangan bahwa kemiskinan bisa diselesaikan lewat pemberian yang instan, padahal yang terjadi adalah proses kelanjutan kemiskinan," ujar Ichsanudin Noorsy, Senin (19/5/2008).
Pemerintah selama ini tidak pernah menjelaskan pengertian subsidi, karena selama ini yang dilaksanakan adalah subsidi yang selisih antara harga pasar dikurangi dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
"Dari rumus ini memerlihatkan pemerintah tidak tegas membedakan antara alokasi anggaran untuk mengatasi kemiskinan dengan alokasi subsidi terkait kesejahteraan," imbuhnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, bahwa dalam harga pasar produsen sudah menetapkan keuntungan. Sementara dalam ilmu ekonomi, kepuasaan konsumen ada batasnya. Tapi kepuasaan produsen tidak ada batasnya. Ini yang mengakibatkan konsumen akan patuh kepada produsen.
Ichsanudin Noorsy menyimpulkan bahwa akan terjadi proses pemiskinan, pasalnya konsumen akan selalu membutuhkan BBM, yang pada kenyataannya belum ada penggantinya. Sementara harga BBM akan terus mengalami kenaikan, karena memang itu gejala permanen yang melekat pada komoditas yang satu ini. (Erica)
0 comments:
Post a Comment