PeePoop - Studi-studi kaum kulturalis tentang medai berada pada posisi ambigu antara konsep teoritis strukturalisme dengan konsep ekonomi politik. Dilakukan dalam tradisi budaya (cultural studies), penekanannya terletak pada kerangka (framework) yang berbeda dari pengetahuan yang meng-enkode dan men-dekode sebuah program acara. Perbedaannya hanya dicirikan oleh distribusi kuasa yang simetris yang mengarah pada tiga tipe pembacaan yang berbeda.
* Dominan, dimana makna sentral teks ditekankan
* Dinegoisasikan, dimana terdapat ketidak setujuan tipis tetapi secara umum
makna utama teks diterima
* Berlawanan, dimana teks dibaca dengan cara berlawanan sampai pada makna yang
di dinginkan, yaitu bedasarkan bagaimana teks itu di enkode
Kerangka teoritis itu berkaitan dengan gagasa hegemoni yang pertama kali dikenalkan oleh aktivis dan filosof Marxis berkebangsaan Italia, Antonio Gramsci (1891-1937). Pandangan tentang kekuasaan media ini dikenalkan oleh Stuart Hall (1932) dan koleganya dari sekolah Cultural Studies nya dalam buku Policing the Crisis.
Studi ini menerapkan teori hegemoni dan sosiologi tentang "moral panic" terhadap konsep tentang produksi sosial berita.
Policing the Crisis menyatakan bahwa krisis sosial dan ekonomi pada tahun 1970an mengancam keberadaan hegemoni ('konsesus' yang berkuasa). Sejumlah isu sosial seperti perampokan, pergolakan perserikatan, dan demonstrasi mahasiswa ditampilkan oleh media massa sebagai 'moral panic'. Permasalahan yang berbeda ditampilkan oleh media sebagai krisis monolitik tunggal atas hukum dan aturan yang menuntut kekuasaan yang kuat.
Pemogokan berencana dalam menuntut 'hukum dan keteraturan' ini telah menutnup jalan bagi kontrol negara yang lebih kuat yang didukung oleh rakyat.
Hal tersebut lalu menghasilkan senjata paling kuat yang dimiliki media massa, yaitu akses kepada penentu utama krisis. Akses tersebut terus diterapkan untuk mempertahankan hegemoni kelas berkuasa. (Cecilia)
* Dominan, dimana makna sentral teks ditekankan
* Dinegoisasikan, dimana terdapat ketidak setujuan tipis tetapi secara umum
makna utama teks diterima
* Berlawanan, dimana teks dibaca dengan cara berlawanan sampai pada makna yang
di dinginkan, yaitu bedasarkan bagaimana teks itu di enkode
Kerangka teoritis itu berkaitan dengan gagasa hegemoni yang pertama kali dikenalkan oleh aktivis dan filosof Marxis berkebangsaan Italia, Antonio Gramsci (1891-1937). Pandangan tentang kekuasaan media ini dikenalkan oleh Stuart Hall (1932) dan koleganya dari sekolah Cultural Studies nya dalam buku Policing the Crisis.
Studi ini menerapkan teori hegemoni dan sosiologi tentang "moral panic" terhadap konsep tentang produksi sosial berita.
Policing the Crisis menyatakan bahwa krisis sosial dan ekonomi pada tahun 1970an mengancam keberadaan hegemoni ('konsesus' yang berkuasa). Sejumlah isu sosial seperti perampokan, pergolakan perserikatan, dan demonstrasi mahasiswa ditampilkan oleh media massa sebagai 'moral panic'. Permasalahan yang berbeda ditampilkan oleh media sebagai krisis monolitik tunggal atas hukum dan aturan yang menuntut kekuasaan yang kuat.
Pemogokan berencana dalam menuntut 'hukum dan keteraturan' ini telah menutnup jalan bagi kontrol negara yang lebih kuat yang didukung oleh rakyat.
Hal tersebut lalu menghasilkan senjata paling kuat yang dimiliki media massa, yaitu akses kepada penentu utama krisis. Akses tersebut terus diterapkan untuk mempertahankan hegemoni kelas berkuasa. (Cecilia)
0 comments:
Post a Comment