PeePoop Online Media™ | Katakan Yang Benar, Bukan Membenarkan Yang Mengatakan

(Kontribusi) Obama atau Amerika?

Kemenangannya atas Hillarry Rodham Clinton dalam konvensi calon presiden dari Partai Demokrat, seolah-olah sudah menyediakan kursi tertinggi bagi Barack Hussein Obama di Gedung Putih.[...]

(Editorial) Karsa & Kaji, Sekumpulan Hedonis Boros

Quintus Horatius Flaccus, "Carpe Diem, Quam Minimum Credula postero." (Raihlah hari ini, jangan terlalu percaya pada esok)? [...]

(Our Perspective) Media & Pemasaran Politik Dalam Kerangka Neoliberalisme

Menjelang Pemilu 2009, hampir setiap ruang publik penuh dijejali oleh iklan-iklan politik dalam berbagai bentuk. [...]

(Our Perspective) Invasi Israel Sebagai Solusi Krisis Kapitalisme?

Berdasarkan salah satu teori Karl Marx, perang merupakan salah satu pertimbangan untuk solusi krisis kapitalisme. [...]
Foto Peristiwa - Gerhana Matahari Cincin 26 Januari 2009
Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imageEnlarged view of image Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imagegambar besar

Courtesy of Kaskus

Wednesday, October 22, 2008

Apa Bedanya Kenyataan & Khayalan?


PeePoop - Apa bedanya kenyataan dan khayalan?, adakah perbedaan signifikan diantara keduanya?.

Saya sering berpikir bahwa jelas perbedaan antara kenyataan dan khayalan adalah perbedaan yang mutlak. Tapi anehnya, jika otak saya terkondisi dalam kondisi kritis, saya akan berpikir ternyata perbedaan antara kenyataan dan khayalan bukanlah suatu perbedaan dengan garis tebal. Perbedaannya ternyata hanya sebatas garis yang amat sangat tipis.


Dalam arti, misalkan ada orang yang sangat mempercayai tahayul, otomatis ia menganggap khayalan sebagai kenyataan. Contoh lain adalah orang yang berjudi untuk bisa menjadi kaya ternyata telah mengangap kenyataan dalam khayalan akan kayanya ia karena berjudi. Tapi di perspektif lainnya, terkadang semua kenyataan yang kita tangkap adalah sebuah khayalan.

Apakah hal tersebut disebabkan persoalan bagaimana manusia menanggapi dunia disekitarnya?

Ternyata ada keterbatasan dalam pengenalan manusia terhadap dunia. Pertaman disebabkan ketidaksempurnaan indera manusia dalam menangkap kenyataan. Kedua disebabkan kurang lengkapnya pola ingatan yang tersimpan dalam otak.

Contohnya, misalkan saat saya sedang berada didepan komputer di kamar saya. Karena posisi kamar saya berada di paling ujung bagian belakang rumah, persis di samping taman kecil halaman belakang. Saat saya sedang berinternet ria atau sedang menulis sesuatu di multiply ini, kadang saya merasakan adanya jejak atau langkah-langkah yang sedang berjalan di taman kecil samping kamar saya tersebut. Well, jika saya adalah seorang yang mempercayai tahayul, pastilah saya berpikiran saya baru saja mendengar langkah mahluk halus atau apalah sebutannya itu. Tapi jika saya seorang yang tidak percaya tahayul, pastinya saya berpikir, yang menyebabkan suara langkah kaki di taman saya itu adalah kucing atau anjing saya, yang kebetulan sedang lewat.

Lalu, misalkan saya penasaran akan suara langkah kaki itu, lalu saya mencoba memeriksa apa yang terjadi di taman kecil samping kamar saya. Ternyata pada akhirnya saya tidak menemukan apapun, atau ternyata kucing/anjing saya ternyata tidak ada disana atau sedang tertidur lelap.

Nah, hal tersebut bisa saya katakan sebagai ketidak samaan otak dan indera. Dalam arti, otak saya mendengar ada langkah kaki yang dikirim melalui kemampuan pendengaran saya, tapi indera saya yang lain yaitu mata, ternyata tidak melihat apapun disana. Otak saya pasti akan mencari kejelasan antara ketidak cocokan tersebut, jika ternyata otak saya terbentuk atau dipenuhi oleh hal-hal yang tahayul, maka otomatis saya menerima sebuah khayalan sebagai kenyataan. Begitu juga sebaliknya, jika otak saya bersih dari hal-hal tahayul, maka saya akan mementahkan tahayul sebagai kenyataan. Beda tipis bukan?.

Apakah penangkapan manusia atas dunia sekitar selalu terjadi dalam bentuk khayal?, seperti membandingkan imajinasi yang tersimpan dalam otak dengan sinyal/bentuk yang ditangkap oleh panca indera?, membingungkan.

Orang-orang filsafat menjawab kebingungan tersebut menjadi dua kubu. Pertama adalah Materialisme, yang mendasarkan diri pada "kenyataan yang benar-benar nyata". Kedua adalah Idealisme, yang mendasarkan pada pemikiran atau "murni menyerahkan pada pola pikir manusia".

Mengingat perkataan Descartes yang berbunyi "cogitu, ergo sum" - yang berarti "aku berpikir maka aku ada". Apakah perkataan tersebut sebuah kekeliruan?.

Sebuah kekeliruan dalam arti. Bukankah sebelum kita dapat "berpikir", otak kita sudah ada bahkan sebelum kita "mulai bisa berpikir", yang membuat kita berpikir kan karena adanya otak. Jadi otak sudah menangkap berbagai sinyal yang disampaikan panca indera (yang nyata) berdasarkan masukan yang disediakan oleh situasi dunia di sekitar kita. Jadi bukankah perkataan Descrates tersebut bisa di betulkan menjadi "Aku berpikir, maka aku sadar bahwa aku ada". Jadi bukan saja karena kita berpikir maka kita ada, tetapi harus disertai kesadaran.

Jadi, terkait dengan perbedaan kenyataan dan khayalan ini apakah disebabkan oleh sikap otak kita dalam menanggapi masukan dari panca indera?, atau disebabkan oleh kesadaran penuh otak kita dalam mencari jawaban atas pemikiran yang diterima atau dihasilkan dari kenyataan yang didapat panca indera kita?. Bingung.

Dunia ini terbagi menjadi dua, yaitu dunia objektif dan dunia subjektif. Dunia objektif hendak kita dekati, dan dunia subjektif merupakan cara kita mendekati dunia nyata itu. Kedua hal tersebut adalah sebuah pertentangan. Dalam arti, apa yang objektif ditangkap secara subjektif dan apa yang subjektif terjadi dalam proses yang objektif.

Dari kedua hal tersebut diatas, kedua hal tersebut tidak memberikan ke-mutlak-an pemahaman manusia. Terkait dengan kebenaran, bagi dialektika, "kebenaran" merupakan satu hal yang terbatas pada konteks, pada kemampuan subjektif manusia untuk mendekati kebenaran tersebut. Jadi kebenaran hanya harus ditetapkan pada konteksnya, dan kebenaran sama sekali tidak bersifat relatif. Dengan dialektika tersebut, kita bisa sepenuhnya bersikap menolak segala bentuk pemutlakan kebenaran.

Dalam dunia post modern seperti sekarang ini, kita berkhayal untuk bisa menentang dan membersihkan kapitalisme. Karena dalam kapitalisme, kebenaran ditentukan oleh uang, siapa yang memiliki uang, dia dapat membeli kebenaran. Kita juga berkhayal untuk menentang kapitalisme karena membuat begitu banyak orang tetap bodoh, dan terperangkap dalam kegelapan alam pikiran yang membuat tidak sanggup berpartisipasi dalam proses mencari kebenaran. Tapi pada kenyataannya, untuk menentang kapitalisme hanyalah sebuah bentuk murni khayalan, pada kenyataannya kapitalisme sulit untuk dilawan.

Kita juga menentang kekerasan, dan kita berkhayal bahwa dunia ini bebas dari kekerasan. Tapi pada kenyataannya, sebuah kekerasan diawali oleh ketidakpuasan.

Apakah kedua pertentangan dari perbedaan tipis dari khayalan dan kenyataan itu benar-benar terjadi begitu saja?. Ataukah hal tersebut murni disebabkan oleh keterbatasan manusia?. (Kirana)

0 comments: