PeePoop Online Media™ | Katakan Yang Benar, Bukan Membenarkan Yang Mengatakan

(Kontribusi) Obama atau Amerika?

Kemenangannya atas Hillarry Rodham Clinton dalam konvensi calon presiden dari Partai Demokrat, seolah-olah sudah menyediakan kursi tertinggi bagi Barack Hussein Obama di Gedung Putih.[...]

(Editorial) Karsa & Kaji, Sekumpulan Hedonis Boros

Quintus Horatius Flaccus, "Carpe Diem, Quam Minimum Credula postero." (Raihlah hari ini, jangan terlalu percaya pada esok)? [...]

(Our Perspective) Media & Pemasaran Politik Dalam Kerangka Neoliberalisme

Menjelang Pemilu 2009, hampir setiap ruang publik penuh dijejali oleh iklan-iklan politik dalam berbagai bentuk. [...]

(Our Perspective) Invasi Israel Sebagai Solusi Krisis Kapitalisme?

Berdasarkan salah satu teori Karl Marx, perang merupakan salah satu pertimbangan untuk solusi krisis kapitalisme. [...]
Foto Peristiwa - Gerhana Matahari Cincin 26 Januari 2009
Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imageEnlarged view of image Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imagegambar besar

Courtesy of Kaskus

Wednesday, June 4, 2008

Our Perspective : Berpikir Manusiawi


PeePoop - Pasal 281 ayat 1, UUD 1945 Amandemen menjelaskan bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, kesemuanya adalah hak asasi manusia yang tidak bisa diganggu gugat. Garuda Pancasila, lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah jelas tertulis "Bhineka Tunggal Ika", yang artinya Berbeda-beda tapi tetap satu. Semboyan tersebut bukan hanya sekedar semboyan, tetapi, merupakan prinsip kebangsaan. Tapi apa yang dilakukan FPI jelas-jelas sangat melawan konstitusi dan bisa dikatakan suatu kejahatan kemanusiaan.


Tidak usahlah berbicara masalah keyakinan sebagai satu-satunya justifikasi yang digunakan FPI atas penyerangan Monas. Bicarakanlah logika kemanusiaan. Senista, sedosa, atau se-sesat apapun suatu komunitas atau individu, tidak bisa semena-mena dianiaya (baca dipukuli). Tidak usahlah berbicara siapa yang salah. Entah itu AKKBB atau FPI atau Polri atau Pemerintah sekalipun, penganiayaan terhadap manusia hukumnya BERDOSA, tidak ada pembenaran. Tidak usahlah berbicara siapa dalang dibalik semua itu, entah itu Amerika atau Israel atau negara apapun. Bicarakan kepatutan, kepantasan, kemanusiaan, dan yang paling penting kebenaran dari sebuah tindakan.

“Tidak ada paksaan dalam agama, karena sudah nyata petunjuk kebenaran daripada kesesatan“

Begitulah penegasan Al Qur'an dalam salah satu ayat di Surat Al Baqarah. Sepertinya ayat tersebut tidak berlaku untuk ormas-ormas seperti FPI, HTI, MMI, atau ormas lainnya. Kerusuhan atas nama Islam semakin sering terjadi, berulang-ulang, dan terlalu sering.

Ironisnya, semua ormas, baik itu yang garis keras atau liberal sekalipun, hanyalah bentuk dari persaingan organisasi yang sangat berbau politis. Sejak gerakan islam militan mendapat angin segar saat diangkatnya BJ Habibie sebagai presiden pada Mei 1998. Saat itu ICMI dan jaringannya sebenarnya telah berusaha menyatukan semua ormas-ormas Islam yang ada, tapi ternyata, para agen-agen sosial Islam politik lebih mengedepankan niat politis tersembunyinya.

Semua elemen bangsa masih ingat saat FPI tampil mendukung penuh Sidang Istimewa MPR (7 November 1998) yang akan melegitimasi kedudukan Habibie sebagai Presiden yang saat itu dianggap tidak sah oleh mahasiswa. 6 hari kemudian (13 November 1998) FPI, sebuah ormas militan Islam yang saat itu baru berumur 3 bulan, entah mendapat kekuatan atau wahyu dariman bisa dengan mudahnya menyatakan sikap dan mendesak pencabutan Pancasila sebagai asas tunggal Indonesia. Hal tersebut jelas pengkhianat Pancasila yang sesungguhnya, dan tujuan tersembunyi dari pernyataan sikap tersebut adalah untuk membangkitkan kembali ormas-ormas Islam yang menolak Pancasila yang telah lama tiarap di jaman Soeharto. Jadi pengkhianat Pancasila yang sesunguhnya adalah FPI, bukan PKI.

Indonesia tidak perlu bangga menjadi negara Demokrasi dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Kenyataan yang terjadi adalah hal sebaliknya. Ideologi yang diusung FPI tidak lebih sebagai usaha untuk merubah haluan negara menjadi negara Agama.

Pada tahun 2002, ketika sidang amandemen UUD 1945, mereka memobilisasi massa dengan tuntutan memasukkan naskah Piagam Jakarta ke UUD 1945 yang akan diamandemen, dalam aksi ini, sebuah spanduk besar dibawa oleh massa FPI, “Syariat Islam atau Disintegrasi Bangsa”.

Janganlah jadi Negara dalam Negara. Jika ingin menjalankan syariat, jalankan dengan lembut. Sekali lagi semoga semua orang yang berwenang bisa melihat kasus Monas tersebut dalam konteks HAM dan Kemanusiaan. Bukan dalam konteks siapa yang benar atau siapa yang salah, bukan dengan konteks siapa Liberal atau sekuler dan siapa ekstrimis atau militan. Siapa yang memukul, harus dihukum. Siapa yang menyulut, jebloskan ke penjara. Itu saja, simple. (Shabutie)

0 comments: