PeePoop Online Media™ | Katakan Yang Benar, Bukan Membenarkan Yang Mengatakan

(Kontribusi) Obama atau Amerika?

Kemenangannya atas Hillarry Rodham Clinton dalam konvensi calon presiden dari Partai Demokrat, seolah-olah sudah menyediakan kursi tertinggi bagi Barack Hussein Obama di Gedung Putih.[...]

(Editorial) Karsa & Kaji, Sekumpulan Hedonis Boros

Quintus Horatius Flaccus, "Carpe Diem, Quam Minimum Credula postero." (Raihlah hari ini, jangan terlalu percaya pada esok)? [...]

(Our Perspective) Media & Pemasaran Politik Dalam Kerangka Neoliberalisme

Menjelang Pemilu 2009, hampir setiap ruang publik penuh dijejali oleh iklan-iklan politik dalam berbagai bentuk. [...]

(Our Perspective) Invasi Israel Sebagai Solusi Krisis Kapitalisme?

Berdasarkan salah satu teori Karl Marx, perang merupakan salah satu pertimbangan untuk solusi krisis kapitalisme. [...]
Foto Peristiwa - Gerhana Matahari Cincin 26 Januari 2009
Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imageEnlarged view of image Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imagegambar besar

Courtesy of Kaskus

Friday, May 23, 2008

Perspective : Ayo Miskin Bersama BLT


PeePoop - Pemerintah menyatakan dengan sangat yakin bahwa program Bantuan Langsung Tunai (BLT) bisa disebut sebagai jaringan pengaman sosial, benarkah demikian?.

Pemerintah tampaknya (terpaksa) untuk mengadakan lagi program BLT tersebut. Rencana kenaikan harga BBM pada akhir Mei 2008 nanti, menjadi satu-satunya justifikasi pemerintah. Belum juga dilaksanakan, dampak yang dihasilkan sudah mulai terlihat. Seluruh elemen mahasiswa turun ke jalan menyuarakan aspirasi dengan teriak sekencang-kencangnya, seolah pemerintah tuli.


Konsekuensi dasar dari kenaikan harga BBM adalah, dapat dipastikan harga semua komoditas akan naik. Distribusi komoditas memerlukan bahan bakar, tidak sampai begitu saja dari produsen ke konsumen. Karena harga distribusi tersebut naik, maka otomatis harga penjualan juga ikut naik.

Dengan kenaikan harga BBM, jumlah uang tidak akan bernilai sama lagi. Sementara kebutuhan perut tidak dapat mengikuti nilai uang.

Tidakkah pemerintah melihat bahwa kenaikan BBM akan (amat sangat) mempengaruhi kehidupan rakyat, termasuk rakyat miskin. BLT dan semua program yang berlabel pengentasan keimiskinan akan putus. Kenaikan BBM akan merasuk ke segala lini dianggap dapat ditukar dengan uang seratus ribu rupiah ditambah minyak goreng dan gula. Tidakkah pemerintah mengerti bahwa manusia tak hanya hidup dari uang, minyak goreng dan gula?.

Rakyat miskin yang tadinya makan dua kali sehari kemungkinan menjadi satu kali sehari. Parahnya, yang tadinya bisa sekolah, walaupun dengan biaya yang pas-pasan, pada akhirnya akan putus sekolah.

Seharusnya pengentasan kemiskinan bukan hanya selalu soal BLT atau BLT Plus Plus atau apalah itu label dari pemerintah. Harusnya jika serius ingin mengentaskan kemiskinan, atau paling tidak mengurangi kesusahan masyarakat, pemerintah harus benar-benar memahami metode skala prioritas. APBN Indonesia tidak akan jebol hanya karena naiknya harga minyak dunia, banyak hal lain yang bisa menjadi penutup lubang APBN.

Tidak malukah pemerintah, mengatakan dengan keyakinan penuh bahwa memang harus menaikan harga BBM, tetapi anggaran lain sama sekali tidak tersentuh. Haruskah rakyat membeli harga bensin atau minyak tanah sampai Rp.6000/liter untuk bensin dan Rp.2500/liter untuk minyak tanah, sementara gaji anggota DPR tetap stabil atau anggaran TNI/Polri juga stabil. Aneh, jika tidak merasa malu.

Pemerintah juga tidak memperhatikan satu hal, bahwa kenaikan harga BBM adalah masalah bagi semua kelas, bukan hanya bagi rakyat miskin. Pengusaha kelas kakap juga akan ikut menjerit dengan kenaikan harga BBM yang otomatis menaikan harga produksi dan pastinya melemahkan daya beli masyarakat.

Sebenarnya BLT itu bukan solusi, jika memang solusi, lalu solusi untuk siapa?. Ataukah BLT hanya program yang mengarah pada penyelamatan pemerintah atas kondisi daya laba pengusaha yang melemah, dan dibalut dengan label pengentasan kemiskinan.

Kondisi akan semakin sulit, harga melambung tinggi dan menyedihkannya ketidakadilan terus menerus direproduksi. Ataukah, pemerintah secara non-verbal mengajak masyarakat untuk miskin?. (Shabutie)

0 comments: