PeePoop Online Media™ | Katakan Yang Benar, Bukan Membenarkan Yang Mengatakan

(Kontribusi) Obama atau Amerika?

Kemenangannya atas Hillarry Rodham Clinton dalam konvensi calon presiden dari Partai Demokrat, seolah-olah sudah menyediakan kursi tertinggi bagi Barack Hussein Obama di Gedung Putih.[...]

(Editorial) Karsa & Kaji, Sekumpulan Hedonis Boros

Quintus Horatius Flaccus, "Carpe Diem, Quam Minimum Credula postero." (Raihlah hari ini, jangan terlalu percaya pada esok)? [...]

(Our Perspective) Media & Pemasaran Politik Dalam Kerangka Neoliberalisme

Menjelang Pemilu 2009, hampir setiap ruang publik penuh dijejali oleh iklan-iklan politik dalam berbagai bentuk. [...]

(Our Perspective) Invasi Israel Sebagai Solusi Krisis Kapitalisme?

Berdasarkan salah satu teori Karl Marx, perang merupakan salah satu pertimbangan untuk solusi krisis kapitalisme. [...]
Foto Peristiwa - Gerhana Matahari Cincin 26 Januari 2009
Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imageEnlarged view of image Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imagegambar besar

Courtesy of Kaskus

Friday, May 23, 2008

Kisah Seorang Calon Bupati Yang Kalah Pilkada, Terlilit Utang Milyaran

PeePoop - Macung jadi kepala daerah sangat mahal harganya. Bila tak terpilih, siap-siap saja menanggung beban besar. Bila salah perhitungan, bisa-bisa terancam pasal pidana. Seperti yang menimpa Sutrisno Hafidz, mantan calon bupati Nganjuk.

Pesta demokrasi pemilihan bupati (pilbup) Nganjuk sudah usai dua bulan silam. Tapi, bagi Sutrisno Hafidz, persoalan belum selesai. Mantan cabup yang diusung Partai Kebangkitan Bangsa ini harus berkutat dengan masalah.

Beberapa hari terakhir Sutrisno harus bolak-balik Jakarta, Bandung, dan Surabaya. "Cari dana dulu," terang Sutrisno ketika dihubungi melalui ponselnya Sabtu (17/5) lalu.

Di kota-kota itu, Sutrisno mengaku tengah berupaya menjual aset miliknya. Hasilnya untuk bayar utang. Sebab, peraih suara terkecil saat pilbup ini masih memiliki beberapa kewajiban yang harus dibayar. "Ya kaus, percetakan, dan lainnya," terangnya.

Kini, harta Sutrisno bisa disebut sudah modol-modol (keluar banyak). Permasalahannya berawal dari upayanya macung bupati. Saat itu dia dijanjikan satu lembaga menjadi founding (penyandang dana). Tapi, ternyata, janji itu palsu. Justru Sutrisno dicurangi.

Memang, saat pilbup itu berbagai masalah datang bertubi-tubi menghampiri Sutrisno yang berpasangan dengan Suyanto sebagai wabupnya itu. Misalnya, ketika pendaftaran calon, pasangan tersebut melakukan setelah waktu pendaftaran ditutup. Pasangan yang dikenal dengan sebutan Noto ini muncul untuk menggantikan pasangan PKB sebelumnya.

Munculnya nama Sutrisno pun dengan jalan berliku. Menurut sumber, awalnya PKB Nganjuk mencoba menggaet seorang pengurus PBNU sebagai cabupnya. Tapi, kemudian diarahkan ke Sutrisno, kerabat dari pengurus PBNU tersebut.

Sutrisno sendiri sebelumnya dikenal sebagai pengusaha. Dia adalah Komisaris Utama PT Bina Agrindo Makmur. Perusahaan berlokasi di Riau tersebut bergerak di bidang pupuk organik untuk kelapa sawit. Selain itu, Sutrisno juga tercatat sebagai Direktur Utama PT Mandiri Pandu Karya, yang bergerak di bidang bisnis sapi. Aktivitas Sutrisno yang lain adalah sebagai Ketua Umum Klub Peternakan Sapi Potong Peternakan Mandiri Jatim.

Saat kampanye, pasangan bernomor empat ini juga ketiban masalah. Sutrisno dilaporkan polisi karena diduga menggelapkan dana sapi bergulir hingga puluhan juta. Bahkan, malam menjelang pilbup, Sutrisno masih didemo oleh calon saksi karena honornya belum cair.

Ketika pilbup berlalu, masalah ternyata belum pergi dari peraih suara 6,28 persen ini. Dia kembali dilaporkan polisi. Kali ini oleh seorang pengusaha asal Bangkalan, Madura. Sutrisno dituding ngemplang (tak membayar) biaya pembuatan kaos kampanye. Nilainya tak tanggung-tanggung, mencapai Rp 1 miliar.

Soal masa-masa penuh masalah itu diakui oleh Mochamad Fathoni, seorang anggota tim sukses Sutrisno. Saat kampanye dilalui dengan penuh kesulitan. Rencana melakukan ’serangan fajar’ urung dilakukan karena cupetnya dana. Mereka juga tak bisa membayar saksi untuk coblosan.

"Akhirnya kami (tim sukses, Red) harus iuran," tutur lelaki yang mengaku hanya ingin menyelesaikan seluruh tanggungan dengan baik ini.

Dari lelaki yang biasa dipanggil Toni ini terkuak cerita bahwa Sutrisno terkecoh dengan janji akan ada penyandang dana besar untuk kampanyenya. Nilainya tidak tanggung-tanggung. Hingga Rp 60 miliar.

"Janjinya H-1 akan cair," terangnya.

Dana itu, terang Toni yang mendampingi Sutrisno sejak awal pencalonan, bisa cair asalkan Sutrisno menyelesaikan biaya administrasi. Nilai biaya administrasi itu hingga Rp 300 juta. Tetapi, setelah dibayarkan, ternyata dana untuk pilkada itu tidak juga cair. "Makanya benar kalau Pak Tris (Sutrisno) itu juga korban penipuan," terang lelaki yang juga menjadi saksi dalam kasus yang menimpa Sutrisno ini.

Hingga akhirnya, tim sukses dan orang-orang dekat Sutrisno harus turun tangan. Mereka pun iuran untuk menutup tanggungan dana tersebut. Toni mengakui selama pilbup kemarin dana yang dihabiskan mencapai Rp 5 miliar.

"Paling banyak untuk sosialisasi. Dananya besar sekali," tuturnya.

Kebanyakan bantuan bersifat pinjaman, bukan sumbangan. Cepat atau lambat harus dikembalikan. "Sekarang kami sedang mengusahakan (mengembalikan pinjaman, Red)," terangnya.

Kemarin, saat Radar Kediri mencoba menelusuri beberapa rumah yang sebelumnya digunakan base camp pasangan Noto, hampir semuanya sepi. Tak ada atribut pilkada dan jauh dari kesan baru digunakan sebagai markas tim sukses.

Rumah di Jalan Patimura 83 di Dusun Wates, Desa/Kecamatan Baron, misalnya. Sebelumnya, rumah itu digunakan sebagai pusat koordinasi Noto Center. Kini rumah itu ditinggali oleh Ratnah Mufidah Achda, kakak dari istri Sutrisno.

Menurut seorang tetangga, Sutrisno baru datang ke rumah tersebut dua bulan sebelum pilbup. Ketika Sutrisno gencar-gencarnya bersosialisasi. Selama ini Sutrisno menetap di rumahnya yang ada di Bandung. Meski begitu, saat coblosan, Sutrisno berhasil memenangkan suara di TPS tempatnya mencoblos.

Kesulitan pendanaan selama pilkada juga dibenarkan tetangga yang menyebut dirinya Nur ini. "Banyak orang yang mencari (Sutrisno)," terangnya.

Mereka berasal dari berbagai kalangan. Ada pengusaha kaus, sablon spanduk, hingga percetakan majalah (untuk sosialisasi Sutrisno mengeluarkan majalah tentang dirinya).

"Waktu saya tanya mengakunya ingin menagih," bebernya. Tapi, karena sehari setelah coblosan, Sutrisno dan keluarga telah pulang ke Bandung, para penagih itu hanya gigit jari. (Cecil)

Courtesy by : Jawa Pos

0 comments: