PeePoop Online Media™ | Katakan Yang Benar, Bukan Membenarkan Yang Mengatakan

(Kontribusi) Obama atau Amerika?

Kemenangannya atas Hillarry Rodham Clinton dalam konvensi calon presiden dari Partai Demokrat, seolah-olah sudah menyediakan kursi tertinggi bagi Barack Hussein Obama di Gedung Putih.[...]

(Editorial) Karsa & Kaji, Sekumpulan Hedonis Boros

Quintus Horatius Flaccus, "Carpe Diem, Quam Minimum Credula postero." (Raihlah hari ini, jangan terlalu percaya pada esok)? [...]

(Our Perspective) Media & Pemasaran Politik Dalam Kerangka Neoliberalisme

Menjelang Pemilu 2009, hampir setiap ruang publik penuh dijejali oleh iklan-iklan politik dalam berbagai bentuk. [...]

(Our Perspective) Invasi Israel Sebagai Solusi Krisis Kapitalisme?

Berdasarkan salah satu teori Karl Marx, perang merupakan salah satu pertimbangan untuk solusi krisis kapitalisme. [...]
Foto Peristiwa - Gerhana Matahari Cincin 26 Januari 2009
Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imageEnlarged view of image Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imagegambar besar

Courtesy of Kaskus

Thursday, April 17, 2008

Sejarah Singkat Genjer-genjer


JAKARTA (PeePoop) - Bangsa Indonesia akan selalu mengingat lagu Genjer-genjer sebagai lagu yang mungkin menakutkan pada jamannya. Sebelum tahun 1965 lagu ini begitu ‘populer’. Tetapi ironisnya, popular karena menjadi satu-satunya lagu yang sangat diharamkan oleh pemerintahan orde baru.

Alasan pemerintahan orde baru melarang secara massive lagu ini adalah karena lagu ini ditenggarai memuat ajaran komunis. Jika ditelaah dari lirik lagu Genjer-genjer sendiri, sebenarnya sama sekali tidak mencerminkan ajaran komunis, tetapi lebih kepada ajaran agar masyarakat bersikap mandiri dan kreatif dalam menghadapi kesusahan hidup.

Berikut lirik lagu Genjer-genjer.

Gendjer-gendjer neng ledokan pating keleler

Gendjer-gendjer neng ledokan pating keleler

Emake thole teka-teka mbubuti gendjer

Emake thole teka-teka mbubuti gendjer

Oleh satenong mungkur sedot sing tolah-tolih

Gendjer-gendjer saiki wis digawa mulih.


Gendjer-gendjer esuk-esuk digawa nang pasar

Gendjer-gendjer esuk-esuk digawa nang pasar

didjejer-djejer diunting pada didasar

dudjejer-djejer diunting pada didasar

emake djebeng tuku gendjer wadahi etas

gendjer-gendjer saiki arep diolah.


Gendjer-gendjer mlebu kendil wedange umob

Gendjer-gendjer mlebu kendil wedange umob

setengah mateng dientas digawe iwak

setengah mateng dientas digawe iwak

sega sa piring sambel penjel ndok ngamben

gendjer-gendjer dipangan musuhe sega.


Arti Bahasa Indonesia :


Genjer2 tumbuh liar di selokan

Ibu datang mencabut genjer

Dapat sekarung lebih tanpa ragu

Genjer sekarang bisa dibawa pulang

Genjer pagi2 dibawa ke pasar

Dijajar dan dibeberkan di lantai

Si Ibu beli genjer ditaruh di tas

Genjer2 sekarang akan diolah

Genjer2 dimasukkan ke panci air panas

Setengah matang ditiriskan untuk lauk

Nasi sepiring sambal di tempat tidur

Genjer2 dimakan dengan nasi

Sejarah Singkat


Tidak banyak yang bisa memastikan kenapa alas an Muhammad Arief, sehingga menciptakan lagu tersebut. Tetapi situasi social pada saat itu yang mungkin menjadi inspirasi bagi Muhammad Arief, seorang seniman asal Banyuwangi, menciptakan lagu tersebut. Karena sebelum pendudukan tentara Jepang pada tahun 1942, wilayah Kabupaten Banyuwangi termasuk wilayah yang secara ekonomi tak kekurangan. Apalagi ditunjang dengan kondisi alamnya yang subur. Namun saat pendudukan Jepang di Hindia Belanda pada tahun 1942, kondisi Banyuwangi sebagai wilayah yang surplus makanan berubah sebaliknya. Karena begitu kurangnya bahan makanan, sampai-sampai masyarakat harus mengolah daun genjer (limnocharis flava) di sungai yang sebelumnya oleh masyarakat dianggap sebagai tanaman pengganggu.


Tergambarkan oleh M Arif bahwa akibat kolonialisasi, masyarakat Banyuwangi hidup dalam kondisi kemiskinan yang luar biasa sehingga harus makan daun genjer. Kisah itu tampak dalam sebait lagu genjer-genjer di atas.


Seperti yang dikutip dari berbagai sumber. Dalam perjalan waktu, Muhammad Arief sebagai pencipta lagu genjer-genjer bergabung dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang memiliki hubungan ideologis dengan Partai Komunis Indonesia. Maka lagu ini pun segera menjadi lagu popular pada masa itu, bahkan dalam pernyataannya kepada penulis, Haji Andang CY seniman sekaligus teman akrab M Arief di Lekra serta Hasnan Singodimayan, sesepuh seniman Banyuwangi menyebutkan bahwa lagu genjer-genjer menjadi lagu populer di era tahun 1960-an, di mana Bing Slamet dan Lilis Suryani penyanyi beken waktu itu juga gemar menyanyikannya dan sempat masuk piringan hitam.


Kedekatan lagu genjer-genjer dengan tokoh-tokoh Lekra dan komunis memang tak dapat dipungkiri. Bahkan dalam sebuah perjalanan menuju Denpasar, Bali pada tahun 1962, Njoto seorang seniman Lekra dan juga tokoh PKI sangat kesengsem dengan lagu genjer-genjer. Waktu itu Njoto memang singgah di Banyuwangi dan oleh seniman Lekra diberikan suguhan lagu genjer-genjer. Tatkala mendengarkan lagu genjer-genjer itu, naluri musikalitas Njoto segera berbicara. Ia segera memprediksikan bahwa lagu genjer-genjer akan segera meluas dan menjadi lagu nasional. Ucapan Njoto segera menjadi kenyataan, tatkala lagu genjer-genjer menjadi lagu hits yang berulang kali ditayangkan oleh TVRI dan diputar di RRI (Lihat Jurnal Srinthil Vol. 3 tahun 2003).

Fobia Tidak Logis Terhadap Genjer-genjer


Pelarangan lagu Genjer-genjer sebenarnya sangat tidak beralasan, padahal jika disadari Genjer-genjer juga salah satu produk budaya. Tetapi karena Politik Pukul Rata yang diterapkan oleh pemerintahan orde baru, maka seluruh produk yang dilahirkan atau terkait dengan orang-orang komunis haram hukumnya dan patut dihabisi.

Beberapa stereotype lagu Genjer-genjer menjadi lagu komunis disebabkan oleh beberapa factor. Pertama, seperti yang diketahui, sejarah lagu Genjer-genjer berkembang dan dikreasikan oleh kalangan komunis di masanya, walaupun masyarakat luas yang tidak komunis pun sangat menyukai lagu tersebut. Dan factor lanjutannya adalah, ketika peristiwa G 30 S tahun 1965 meledak, Harian KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) menjadikan lagu Genjer-genjer sebagai media kritik, hal ini dilakukan dengan memplesetkan lagu Genjer-genjer menjadi Jendral-jendral. Seperti yang dikutip dari catatan pribadi Hasan Singodimayan, seniman HSBI, menuliskan lagu plesetan Jendral-jendral tersebut.


Jendral Jendral Nyang ibukota pating keleler

Emake Gerwani, teko teko nyuliki jendral

Oleh sak truk, mungkir sedot sing toleh-toleh

Jendral Jendral saiki wes dicekeli


Jendral Jendral isuk-isuk pada disiksa

Dijejer ditaleni dan dipelosoro

Emake Gerwani, teko kabeh milu ngersoyo

Jendral Jendral maju terus dipateni


Mungkin karena plesetan lirik tersebutlah, yang menjadi satu-satunya alasan tunggal yang memperkuat Orde Baru untuk menghancurkan lagu tersebut.

Semoga pada perkembangan bangsa Indonesia kedepan tidak ada lagi suatu produk budaya yang diharamkan oleh pemerintah. Karena produk budaya adalah produk budaya, tidak bisa dikaitkan dengan perkembangan suatu ideology atau pergerakan terlarang seperti yang terjadi pada PKI yang diharamkan oleh pemerintah orde baru pada saat itu. (Santi)


Diolah Dari Berbagai Sumber.

0 comments: