PeePoop Online Media™ | Katakan Yang Benar, Bukan Membenarkan Yang Mengatakan

(Kontribusi) Obama atau Amerika?

Kemenangannya atas Hillarry Rodham Clinton dalam konvensi calon presiden dari Partai Demokrat, seolah-olah sudah menyediakan kursi tertinggi bagi Barack Hussein Obama di Gedung Putih.[...]

(Editorial) Karsa & Kaji, Sekumpulan Hedonis Boros

Quintus Horatius Flaccus, "Carpe Diem, Quam Minimum Credula postero." (Raihlah hari ini, jangan terlalu percaya pada esok)? [...]

(Our Perspective) Media & Pemasaran Politik Dalam Kerangka Neoliberalisme

Menjelang Pemilu 2009, hampir setiap ruang publik penuh dijejali oleh iklan-iklan politik dalam berbagai bentuk. [...]

(Our Perspective) Invasi Israel Sebagai Solusi Krisis Kapitalisme?

Berdasarkan salah satu teori Karl Marx, perang merupakan salah satu pertimbangan untuk solusi krisis kapitalisme. [...]
Foto Peristiwa - Gerhana Matahari Cincin 26 Januari 2009
Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imageEnlarged view of image Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imagegambar besar

Courtesy of Kaskus

Thursday, April 17, 2008

Perspective : Pemberantasan Korupsi = Komoditas Politik Berharga

JAKARTA (PeePoop) - Ada masalah apa sebenarnya dalam pemberantasan korupsi di Indonesia?. Tanpa berniat mengecilkan hasil kerja KPK dalam pengungkapan korupsi, tetapi jika dipaksa berpikir kritis terkesan ada semacam 'aturan terselubung yang menjadi kesepakatan bersama'.

Seperti yang kita ketahui semua, pada awal pemerintahannya SBY menjadi figur yang paling bersuara lantang untuk membunuh praktek-praktek korupsi di Indonesia. Hal yang sama berlaku pada calon-calon Presiden dan Wakil Presiden yang mengikuti Pemilu 2004 yang lalu. Semua calon bersuara sama, yaitu memberangus praktek korupsi.

Kembali ke nalar kritis, yang membuat rakyat bertanya-tanya, adakah aturan terselebung yang ternyata menjadi kesepakatan bersama, atau jika kasar dibilang, mengandalkan konsep 'tau sama tau', adakah?. Terdapatkah semacam 'aturan tidak baku' dalam pemberantasan korupsi?.

Sinyalemen pertama, (mungkin) praktek korupsi yang diusut adalah dan hanyalah yang mampu memberikan kontibusi positif dalam propaganda Pemerintahan yang akan atau yang sedang berkuasa. Sinyal kedua, haruskah tersangka korupsi yang diusut harus dipastikan tidak mempunyai pengaruh atau kekuatan politik yang besar untuk melakukan semacam 'dikte' atau katakanlah 'serangan balik' terhadap pemerintahan yang sedang berkuasa?.

Contoh nyata dari sinyal kedua adalah (ternyata) para kroni mantan penguasa Orde Baru yang tertangkap hanyalah kebanyakan orang sipil yang hanya bisa memanfaatkan pengaruh kedekatan dengan penguasa tetapi tidak punya pengaruh politik yang berarti. Hal inilah yang memudahkan tersangka korupsi yang sedang diusut menjadi komoditas politik berharga bagi pemerintahan yang sedang berkuasa.

Jika ditanya contoh figur tersangka dari sinyal kedua tersebut, tidak usah ditanya, semua elemen bangsa ini pasti sudah mengerti.

Berkaitan dengan sinyalemen pertama, sayangnya Pemerintah yang sedang berkuasa ataupun pemerintah yang lalu tidak memanfaatkan kontribusi positif dari figur penguasa Orde Baru. Sampai detik kepergiannya pun tidak ada satupun yang berani dengan tegas dan tuntas mempermasalahkan kesalahan-kesalah beliau dimasa lampau, terlepas dari jasa-jasa penguasa Orde Baru tersebut. Padahal, (mungkin) jika penyelesaian kasus penguasa Orde Baru tersebut tuntas dan tidak berlarut-larut, mungkin lebih dari 70% elemen bangsa ini akan mengacungkan jempol dari Pemerintahan yang bisa menyelesaikan kasus-kasus beliau. Sungguh disayangkan.

Lalu apa yang didapatkan rakyat dari permainan komoditi para elit politik tersebut?. Lagi-lagi, rakyat hanya seperti ditunggangi, terbuai oleh janji-janji setinggi surga tingkat ketujuh. Hal ini seharusnya menjadi shock therapy penting bagi KPK, untuk menjalankan kekuasaannya menangkap para koruptor, TIDAK PANDANG BULU & TIDAK PANDANG BIJI & TIDAK PANDANG SIAPA YANG ADA DIBELAKANGNYA & TIDAK PANDANG STATUS SEJARAHNYA. (thePuki)

0 comments: