Seperti yang kita ketahui semua, pada awal pemerintahannya SBY menjadi figur yang paling bersuara lantang untuk membunuh praktek-praktek korupsi di
Kembali ke nalar kritis, yang membuat rakyat bertanya-tanya, adakah aturan terselebung yang ternyata menjadi kesepakatan bersama, atau jika kasar dibilang, mengandalkan konsep 'tau sama tau', adakah?. Terdapatkah semacam 'aturan tidak
Sinyalemen pertama, (mungkin) praktek korupsi yang diusut adalah dan hanyalah yang mampu memberikan kontibusi positif dalam propaganda Pemerintahan yang akan atau yang sedang berkuasa. Sinyal kedua, haruskah tersangka korupsi yang diusut harus dipastikan tidak mempunyai pengaruh atau kekuatan politik yang besar untuk melakukan semacam 'dikte' atau katakanlah 'serangan balik' terhadap pemerintahan yang sedang berkuasa?.
Contoh nyata dari sinyal kedua adalah (ternyata) para kroni mantan penguasa Orde Baru yang tertangkap hanyalah kebanyakan orang sipil yang hanya bisa memanfaatkan pengaruh kedekatan dengan penguasa tetapi tidak punya pengaruh politik yang berarti. Hal inilah yang memudahkan tersangka korupsi yang sedang diusut menjadi komoditas politik berharga bagi pemerintahan yang sedang berkuasa.
Jika ditanya contoh figur tersangka dari sinyal kedua tersebut, tidak usah ditanya, semua elemen bangsa ini pasti sudah mengerti.
Berkaitan dengan sinyalemen pertama, sayangnya Pemerintah yang sedang berkuasa ataupun pemerintah yang lalu tidak memanfaatkan kontribusi positif dari figur penguasa Orde Baru. Sampai detik kepergiannya pun tidak ada satupun yang berani dengan tegas dan tuntas mempermasalahkan kesalahan-kesalah beliau dimasa lampau, terlepas dari jasa-jasa penguasa Orde Baru tersebut. Padahal, (mungkin) jika penyelesaian kasus penguasa Orde Baru tersebut tuntas dan tidak berlarut-larut, mungkin lebih dari 70% elemen bangsa ini akan mengacungkan jempol dari Pemerintahan yang bisa menyelesaikan kasus-kasus beliau. Sungguh disayangkan.
0 comments:
Post a Comment