PeePoop Online Media™ | Katakan Yang Benar, Bukan Membenarkan Yang Mengatakan

(Kontribusi) Obama atau Amerika?

Kemenangannya atas Hillarry Rodham Clinton dalam konvensi calon presiden dari Partai Demokrat, seolah-olah sudah menyediakan kursi tertinggi bagi Barack Hussein Obama di Gedung Putih.[...]

(Editorial) Karsa & Kaji, Sekumpulan Hedonis Boros

Quintus Horatius Flaccus, "Carpe Diem, Quam Minimum Credula postero." (Raihlah hari ini, jangan terlalu percaya pada esok)? [...]

(Our Perspective) Media & Pemasaran Politik Dalam Kerangka Neoliberalisme

Menjelang Pemilu 2009, hampir setiap ruang publik penuh dijejali oleh iklan-iklan politik dalam berbagai bentuk. [...]

(Our Perspective) Invasi Israel Sebagai Solusi Krisis Kapitalisme?

Berdasarkan salah satu teori Karl Marx, perang merupakan salah satu pertimbangan untuk solusi krisis kapitalisme. [...]
Foto Peristiwa - Gerhana Matahari Cincin 26 Januari 2009
Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imageEnlarged view of image Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imagegambar besar

Courtesy of Kaskus

Thursday, April 17, 2008

Perspective : Kritik Jangan Pernah Berhenti

Data KPK tahun 2006 menyebutkan ada 1.000 anggota dewan yang terlibat kasus korupsi, 300 di tingkat provinsi dan 700 di kabupaten/kota.

JAKARTA (PeePoop) - Melihat data tersebut membuat rakyat bertanya-tanya apa lagi yang harus dilakukan untuk meredam semangat buruk korupsi. Era reformasi telah berjalan sepuluh tahun, namun sayang korupsi dan suap menyuap di negeri ini semakin merajalela saja, semakin menggila. Lalu, kembali ke pertanyaan dasar, bagaimana caranya melakukan pengawasan terhadap fenomena gila tersebut. Jawabannya hanya satu, kritik tidak boleh berhenti kepada mereka yang berkuasa.

Beberapa waktu yang lalu, DPR kembali bergerak dan beraksi. Dengan mempermasalahkan lagu Slank yang sebenarnya tidak hanya ditunjukan untuk DPR, tapi DPR malah beraksi bagaikan penggugat tunggal yang mampu mengkontrol pemikiran rakyat nya, dalam hal ini adalah Slank. DPR seharusnya selalu mengedepankan sosok demokrasi sebagai suatu amanat, bentuk amanat dari reformasi, bukan mencoba sok galak dan parahnya mencoba berwajah tirani.

Padahal, seharusnya DPR mengerti bahwa kritik dalam bentuk apapun merupakan sumber energi yang menggerakan lajunya demokrasi. Jika tidak mau ada kritik, hilangkan saja demokrasi dari bumi Indonesia ini.

Lirik lagu Gossip Jalanan yang dibawakan Slank ternyata sangat menyulut kemarahan DPR. Lewat Badan Kehormatan DPR, mereka tadinya berencana menggugat Slank. Namun, dibatalkan bersamaan dengan tertangkapnya anggota DPR Al Amin Nasution oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (9/4) lalu, karena diduga terlibat suap.

Reaksi yang diperlihatkan oleh DPR secara tidak sadar makin menyudutkan mereka sebagai lembaga yang 'tidak beres'. Disaat seharusnya DPR bisa bereaksi lebih dewasa, tapi reaksi yang ditunjukan hanya menonjolkan emosi ketimbang nurani yang bijak. Hal inilah yang semakin menunjukan mereka para anggota sirkus Senayan semakin jauh dari tuntutan reformasi.

Walaupun memang mesti diakui suhu reformasi yang terjadi sebenarnya telah banyak merubah wajah dan citra DPR. Dari semula DPR yang dulu hanya sebagai lembaga Yes Man, dan memilik ideologi Asal Bapak Senang. Sangat berbeda dengan DPR saat ini, DPR kini menjadi pusat kekuasaan paling berpengaruh. Dan peran-peran lain yang dimainkan oleh DPR seperti dalam bidang perundang-undangan, anggaran, pengawasan, dan perwakilan, DPR semakin berubah menjadi lembaga yang maruk kekuasaan dan anggaran. Ya itulah perubahan konkritnya.

DPR juga mempunyai kekuasaan untuk mengawasi dan menggugat Pemerintah. Tapi sayangnya, tidak ada satupun lembaga negara yang punya hak dan kekuasaan yang dapat mengawasi DPR. Mungkin hal inilah penyebab susahnya merubah dengan total perilaku para anggota Dewan Teranjing.

Disaat tidak ada satupun lembaga yang berhak mengawasi DPR, inilah tugas dimana publik berhak absolut untuk mengawasi tindak tanduk DPR.

Dengan kekuasaan yang besar minus pengawasan, DPR dengan leluasa dan bebas bisa bertindak sesuka hati. Ironisnya, apa yang dilakukan DPR justru untuk memenuhi hasrat dan nafsu mereka sendiri. Mulai dari gaji, fasilitas, maupun hal-hal tidak penting lainnya. Semua mulus bisa diwujudkan tanpa ada hambatan dari lembaga eksekutif maupun yudikatif. Sungguh ironis.

Dengan banyaknya kasus korupsi yang melibatkan anggota dewan, hal tersebut semakin menunjukan dan membuat jelas bahwa di DPR ternyata bersarang penyakit korupsi yang semakin akut. Dan satu hal yang patut ditakutkan, bahwa jika tingkah laku DPR akan tetap seperti sekarang ini, ditakutkan akan terbangun sebuah tirani baru yang akan diperankan oleh DPR.

Jadi jelaslah, peran publik adalah untuk mengkritisi segala tingkah laku Pemerintah maupun DPR ataupun para penguasa negeri. Lakukan kritis dengan keras nan sehat, walaupun terdengar sedikit tidak sopan itu hal yang sangat wajar, karena kritik adalah penyaluran energi yang didominasi dengan elemen-elemen kemarahan dari rasa ketidak adilan dan tidak ideal. (thePuki)

0 comments: