PeePoop Online Media™ | Katakan Yang Benar, Bukan Membenarkan Yang Mengatakan

(Kontribusi) Obama atau Amerika?

Kemenangannya atas Hillarry Rodham Clinton dalam konvensi calon presiden dari Partai Demokrat, seolah-olah sudah menyediakan kursi tertinggi bagi Barack Hussein Obama di Gedung Putih.[...]

(Editorial) Karsa & Kaji, Sekumpulan Hedonis Boros

Quintus Horatius Flaccus, "Carpe Diem, Quam Minimum Credula postero." (Raihlah hari ini, jangan terlalu percaya pada esok)? [...]

(Our Perspective) Media & Pemasaran Politik Dalam Kerangka Neoliberalisme

Menjelang Pemilu 2009, hampir setiap ruang publik penuh dijejali oleh iklan-iklan politik dalam berbagai bentuk. [...]

(Our Perspective) Invasi Israel Sebagai Solusi Krisis Kapitalisme?

Berdasarkan salah satu teori Karl Marx, perang merupakan salah satu pertimbangan untuk solusi krisis kapitalisme. [...]
Foto Peristiwa - Gerhana Matahari Cincin 26 Januari 2009
Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imageEnlarged view of image Thumbnail imagegambar besar Thumbnail imagegambar besar

Courtesy of Kaskus

Sunday, May 4, 2008

Perspective : Munafikkah Indonesia ?

Prof Habibie pernah mengatakan bahwa sumber daya manusia Indonesia tidak handal, sumber daya manusia Indonesia tidak kompetitif dan tidak mampu bersaing. Tetapi yang patut disayangkan Prof Habibie sepertinya tidak pernah menganalisis apa dan kenapa sebabnya demikian, dan apa saja yang telah dia lakukan selama ia berkuasa?, walaupun hanya sesaat.

PeePoop – Janganlah menjadi manusia yang munafik, itulah pesan dari agama, karena kemunafikan itu adalah haram hukumnya dan terlarang. Munafik sendiri secara harfiah berarti tidak mengakui keadaan yang sebenarnya, atau tidak mengatakan yang sebenarnya, atau munafik bisa disebut sebagai sikap yang hanya mementingkan diri sendiri, atau mencari celah dalam menutupi kesalahan.




Lebih dari 150 juta rakyat miskin Indonesia, dari jumlah keseluruhan, sepertinya tidak pernah mengatakan bahwa dirinya kaya dan makmur. Jutaan rakyat yang tiap harinya menderita kelaparang dan kesusahan dalam pemenuhan kebutuhan pangan tidak pernah mengatakan mereka kenyang dan sejahtera. Jutaan rakyat yang sangat sulit mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, jutaan anak yang tidak mampu melanjutkan sekolah dan tidak mendapat pendidikan yang layak, mereka semua tidak pernah mengatakan bahwa mereka sejahtera, makmur, atau berkecukupan. Ribuan rakyat yang terkena dampak lumpur Lapindo tidak pernah mengatakan mereka bahagia, walaupun mereka selalu tersenyum seolah bahagia. Dan Jutaan kaum buruh dan tani tidak pernah sekalipun mengatakan bahwa hidup mereka berkecukupan.

Jutaan rakyat Indonesia ternyata tidak munafik, mereka merasakan, melihat, berpikir, dan mengatakan yang sebenarnya. Mereka tidak munafik.


Mochtar Lubis dalam ceramahnya yang terkenal di TIM, Jakarta pada 6 April 1977 tentang “Manusia Indonesia”, menyebut sejumlah ciri. Ciri-ciri manusia Indonesia
(1) Munafik, sifat ini berhubungan erat dengan sikap ABS (asal bapak senang), orang cenderung menyembunyikan pikiran dan perasaan sebenarnya, kelanjutannya pengkhianatan intelektual.
(2) Tidak bertanggungjawab karena sekedar menjalankan perintah atasan, persis seperti Robot. Jika timbul masalah, atasan tidak salah karena tidak berbuat dan bawahan sekedar menjalankan perintah, artinya tak ada yang salah.
(3) Berjiwa feodal yang berhubungan erat dengan ABS, menyembunyikan hal buruk atasan, termasuk Korupsi, dan sikap tabu terhadap kritik.
(4) Percaya takhayul dengan segala jimat fisik maupun politik.
(5) Artistik.
(6) Watak yang lemah berhubungan dengan ABS yang juga berujung pada pelacuran intelektual.
(7) Boros tanpa kerja keras, mental priayi dengan jabatan dan berharap cepat kaya. Selanjutnya juga kurang sabar, penggerutu, mudah cemburu dan dengki, bangga pada hal yang hampa, sok kuasa, peniru kulit luar dan seterusnya. Dalam konteksnya saat ini, Manusia Indonesia senang mencari celah untuk menutupi kesalahan-kesalahan.


Seorang Mantan Petinggi Orde Baru, Prof Muladi, pernah mengatakan dalam suatu kesempatan, “Kita tidak perlu lagi mengorek-korek masa lampau, mengaduk luka masa lalu yang akan menambah beban dan persoalan bangsa ini. Kita lupakan masa lampau, kita tutup sejarah, kita harus menatap ke masa depan bagi kepentingan seluruh bangsa.” Statement tersebut terdengar masuk akal dan menenangkan. Tapi sesungguhnya, ada beberapa pertanyaan kritis, Bagaimana kita akan mampu memahami masa kini yang carut-marut ini tanpa mengetahui masa lampau rezim diktator militer yang menindas rakyat dan menjual negeri? Bagaimana mungkin kita memahami korupsi yang merajalela sampai saat ini tanpa mengetahui contoh Bapak Pembangunan yang menumpuk harta haram selama kekuasaannya dan membudayakan korupsi?. Bagaimana?.

Apa yang dikatakan oleh seorang Mochtar Lubis pada jamannya sungguh suatu hal yang cerdas, tepat, dan jenius. Mencampuradukkan ciri manusia modern Indonesia dengan watak dan perilaku rezim militer Orba, (itu dulu, jika sekarang, Rezim Sipil yang datang dari para petinggi dan pejabat Negara), termasuk tokoh intelektual (contohnya pakar-pakar omong kosong seperti yang sering muncul di TV), semua orang yang terkait dengan pemangku kekuasaan dari atas sampai bawah. Karena rezim (yang dulu atau sekarang) ternyata tetap munafik, feodalistik, militeristik dan represif. Sifat-sifat tersebut mematikan inisatif, membuat rakyat sekedar menjalankan perintah dengan takut-takut.

Selanjutnya sejumlah pembesar, tokoh dan pakar bilang bangsa ini lemah, pelupa, tidak disiplin, abnormal, beringas, sakit, kurang inisiatif, boros, tidak kompetitif, tidak efisien, menuju kebangkrutan dan menjadi budak, harus dibatasi, dan malu menjadi Indonesia. Itu semua terjadi karena rezim yang amat korup dan bobrok, asyik bermasturbasi dengan kekuasaannya sendiri selama lebih tiga dekade ini (dan sayangnya berlanjut hingga detik ini). Hanya rezim yang berpihak kepada rakyat akan mampu memimpin dan memberdayakan bangsa ini menjadi normal, sehat, berdisiplin, hemat, penuh inisiatif, dapat bekerja efisien, santun sekaligus berani, kuat dan tegak berdiri untuk bersaing dan bekerjasama bagi kemajuan, tidak miskin lagi, bangga menjadi Indonesia.

Untuk melempar tanggungjawab selapisan kaum istimewa tersebut mengatakan bangsa ini munafik, bangsa ini lemah, bangsa ini bermental budak, bangsa ini tidak mau maju, bangsa ini tidak punya visi ke depan, maunya menengok ke belakang terus, dan hal-hal buruk yang lain. Semuanya serba salah, yang benar cuma selapisan petinggi negara, pemimpin dan birokrat yang nyata-nyata munafik itu. Mereka menebar racun yang membingungkan sambil terus mengkondisikan agar bangsa ini benar-benar menjadi munafik, yakni situasi ketika yang miskin merasa kaya yang lapar merasa kenyang dan diam menerima nasib.

Perjuangan rakyat Indonesia untuk meraih kemerdekaan yang sebenarnya, yakni kehidupan dalam keadilan dan kesejahteraan masih panjang, sementara kerusakan dalam segala bidang terus berjalan dalam lindungan rezim berkuasa.(Shabutie)



0 comments: